Rabu, 05 November 2014

Peluang dalam Standart Pelayanan Kefarmasian Di Apotek

Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi :
  1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, meliputi : perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
  2. Pelayanan Farmasi Klinik, meliputi : pengkajian Resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care), Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan. Peran Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien, antara lain dengan pemberian informasi Obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait Obat (drug related problems), masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial (sociopharmacoeconomy).



Peluang berkembangnya Pelayanan Kefarmasian ini harusnya sudah mulai dilirik oleh Pemilik Sarana Apotek dan Apoteker. Dengan pengembangan fungsi Pelayanan Informasi Obat dan Home Pharmacy Care di Apotek, maka akan memberi nilai tambah bagi Apotek yang akan menarik lebih banyak konsumen, yang pada akhirnya nanti akan menambah pendapatan Apotek, bila bisa dikelola dengan baik. Pada era informasi seperti sekarang ini, pasien cenderung selalu ingin mendapatkan pelayanan yang mudah dan praktis, serta informasi yang akurat dan kredibel, sehingga bila pelayanan kefarmasian ini bisa dikembangkan maka Apotek tidak hanya menjadi tempat "jualan obat" saja, tetapi juga bisa memberi pelayanan kefarmasian yang komprehensif bagi masyarakat.


Untuk melaksanakan semua kegiatan tersebut diatas, maka pemerintah telah melakukan revisi terhadap Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004, dengan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Didalam Permenkes yang baru ini juga diatur tentang Sumber Daya yang harus dimiliki Apotek, yang terdiri dari :
  1. Sumber Daya Manusia : Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja. Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu sebagai : Pemberi layanan, Pengambil keputusan, Komunikator, Pemimpin, Pengelola, Pembelajar seumur hidup dan Peneliti.
  2. Sarana dan Prasarana, yang  meliputi : Ruang penerimaan Resep, Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara, Ruang penyerahan Obat, Ruang konseling, Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan Ruang arsip.
Standar Pelayanan Kefarmasian yang telah tersebut di atas menjadi tanggung - jawab kita bersama untuk mewujudkannya, demi peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu diperlukan itikad baik dan kerjasama dari semua pihak meliputi para tenaga kesehatan dan organisasi profesi di bidang kefarmasian, para penanam modal di bidang kefarmasian, pemerintah, serta masyarakat untuk mewujudkan peningkatan Pelayanan Kefarmasian di Kota Semarang.

Semoga Pelayanan Kefarmasian di Kota Semarang menjadi lebih baik dan profesional .....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar