Rabu, 11 Februari 2015

JAMINAN SOSIAL BAGI TENAGA KEFARMASIAN

Menurut catatan kami di Seksi Farmamin dan Perbekes Dinas Kesehatan Kota Semarang, dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, banyak proses permohonan perubahan Izin Apotek dan PBF yang disebabkan karena pergantian Penanggung Jawab (Apoteker) dari sarana tersebut. Jumlahnya sekitar 19,0 %  sampai dengan  59,3 % dari total jumlah perizinan dalam setahun.
Banyaknya pergantian atau perpindahan tenaga di sarana kefarmasian, terutama PBF, Apotek & Klinik, yang disebabkan oleh alasan kesejahteraan. Besaran pendapatan tenaga kefarmasian, baik Apoteker maupun Tenaga Teknis Kefarmasian di PBF, Apotek dan Klinik dirasa masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Disamping itu para pemilik sarana masih kurang memperhatikan pemenuhan Jaminan Sosial bagi tenaga kefarmasian, seperti jaminan sosial kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua maupun kematian.

Frekuensi perpindahan tenaga kefarmasian pengelola sarana kefarmasian yang terlalu sering tentu saja akan mengganggu kinerja pelayanan dari sarana tersebut, yang pada akhirnya akan mengurangi keuntungan dari pemilik sarana. Disamping itu, secara umum juga akan mengganggu penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di sarana kefarmasian Kota Semarang. Perlindungan bagi tenaga kefarmasian dapat dilihat sebagai berikut :



Kewajiban pemenuhan kebutuhan Jaminan Sosial oleh pemilik sarana kefarmasian bagi tenaga kefarmasian yang  bekerja kepadanya, diatur dalam :
  1. Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, pasal 2, 3 dan 13;
  2. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 27 dan 166;
  3. Undang-Undang nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, pasal 5 dan 6; dan
  4. Surat Edaran Walikota Semarang nomor 5683.3/3921 tahun 2014 tentang Perlindungan Tenaga Kerja pada Program BPJS


Sistem Jaminan Sosial Nasional yang telah ditetapkan oleh Pemerintah akan sangat membantu pemilik sarana kefarmasian dalam pemenuhan kebutuhan jaminan sosial bagi tenaga kefarmasian yang bekerja kepadanya. Untuk masalah jaminan kesehatan dapat bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Untuk masalah jaminan kecelakaan kerja, hari tua dan kematian dapat bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan. Dengan biaya yang relatif ringan, para pemilik sarana kefarmasian dapat memenuhi seluruh jaminan sosial bagi tenaga kerjanya. Bila tenaga kefarmasian sudah terjamin perlindungan sosialnya, maka tenaga kefarmasian akan merasa lebih tenang dalam bekerja, sehingga akan meningkatkan kinerja dari tenaga kefarmasian tersebut, yang pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan dari pemilik sarana kefarmasian. Bagi Pemerintah akan mendatangkan keuntungan berupa peningkatan Standar Pelayanan Kefarmasian di Kota Semarang.

Dinas Kesehatan Kota Semarang telah menindaklanjuti permasalahan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kefarmasian ini dengan mengeluarkan Surat Edaran Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang nomor 441.91 / 1278 tahun 2015, yang isinya menghimbau kepada seluruh pemilik sarana Apotek di Kota Semarang agar mendaftarkan tenaga kefarmasiaannya ke program perlindungan jaminan sosial BPJS.

Demikian semoga gagasan ini dapat membantu dalam pemecahan masalah pemenuhan jaminan sosial bagi tenaga kefarmasian di Kota Semarang. Atas perhatiannya terima kasih.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar